Minggu, 15 Desember 2013

Pendidikan di Indonesia di Masa Orde Lama, Baru, dan Reformasi


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Masa Orde lama
Orde secara harfiyah dapat diartikan zaman, atau masa. Secara kontekstual, Orde lama biasanya  diartikan sebgai zaman pemerintahan presiden Soekarno, yang berlangsung sejak tahun 1945 hingga 1965, yaitu sejak diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 sampai dengan digantikannya Soekarno oleh Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1965 yang selanjutnya dikenal sebagai Supersemar[1].
a.    Keadaan negara Indonesia pada masa Orde Lama
Keadaan dengan berbagai aspeknya pada masa Orde lama dapat digambarkan sebagai berikut :
1.    Republik Indonesia pasa masa Orde lama dapat diibaratkan seperti bayi yang baru lahir. Tubuhnya masih lemah, otaknya masih kosong. Pengamalan belum ada, teman-teman tampak dan lain sebagainya masih perlu diusahakan. Struktur kenegaraan Indonesia masih sedang dibangun dengan berdasarkan pada konsep tertentu.
2.    Belanda yang baru saja meninggalkan Indonesia karena tedesak oleh jepang, ingin kembali lagi menjajah Indonesia dengan membonceng tentara sekutu Amerika Serikat. Belanda mengerahkan segala daya dan kemampuan untuk menguasai kembali Indonesia. Dengan keadaan yang masih bayi tersebut Indonesia dengan seluruh rkyat dan pimpinannya terpaksa harus bangkit mempertahankan kemerdekaannya dengan berperang melawan belanda dan tentara sekutu yang baru saja menang dalam perang dunia dua.
3.    Secara politik berbagai kekuatan yang dimiliki negara Indonesai yang baru merdeka itu belum terkonsolidasikan dengan baik. Rumusan tentang dasar dan falsafah serta peraturan perundang-undangan yang akan menjadi dasar membangun Indoneisa kedepan masih harus dirumuskan dan ditentukan dengan tegas dan tepat.

b.   Keadaan pendidikan Islam masa Orde Lama
Setelah Indonesia merdeka, penyelenggaraan pendidikan agama mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) pada tanggal 27 Desember 1945[2].
Sebagai bentuk perhatian terhadap pendidikan agama maka pada tanggal 3 Januari 1946 mulai diresmikan Kementerian Agama yang menangani urusan keagamaan dan pendidikan agama, selain itu juga mengurusi bidang pendidikan yang berhubungan dengan agama.
Selain mendirikan departemen agama tersebut, pemerintah orde lama juga telah merumuskan peraturan dan undang-undang terkait dengan pendidikan agama. yaitu undang-undang nomor 12 tahun 1950. Pada Bab XII Pasal 20 undang-undang ini misalnya ditetapkanlah pelajaran agama di dalam sekolah-sekolah negri. Sampai di sini pemerintah orde lama juga telah menaruh perhatian terhadap perkembangan dan pertumbuhan lembaga pendidikan islam seperti madrasah dan pesantren.
B.       Masa Orde Baru.
Orda baru secara harfiyah adalah masa yang baru yang menggantikan masa kekuasaan orde lama. Namun secara politis orde baru diartikan  suatu masa untuk mengembangkan negara Republik Indonesia ke dalam sebuah tatanan yang sesuai dengan haluan negara sebagaimana yang terdalam dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta falsafah negara pancasila secara murni dan konsekuen[3].
Perpindahan kekuasaaan orde lama kepada orde baru ini dilakukan berdasar analisis yang menyatakan banyaknya kebijakan pemerintahan yang telah melenceng dari UUD 1945 dan Pancasila, sehingga apabila kekuasaan ini di teruskan maka tujuan dan cita-cita proklamasi kemerdekaan akan jauh dari keberhasilan.
a.    Kebijakan Politik dan Ekonomi pada Masa Orde Baru
Secara umum kebijakan orde baru diarahkan pada pembangunan ekonomi yang didukung oleh kondisi plitik dan keamanan yang stabil. Berdasarkan kebijakan ini maka kerjasama yang harmonis antara pemerintah, angkatan bersenjata dan kaum pengusaha perlu dibangun dengan seerat-eratnya. Untuk mendukung terlaksananya ini, pemerintah menggunaka pendekatan sentralistik dan monoloyalitas dalam seluruh aspek kehidupan.
Sentralisasi dalam bidang politik ini adalah menyederhanakan partai politik menjadi tiga partai dengan satu ideologi. Paratai Golongan karya (Golkar) mewakili pemerintah, pegawai, dan karyawan dan ia merupakan partai pemerintah yang memiliki sarana prasarana, biaya dan lainnya. Dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mewakili kelompok islam  dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang mewakili kelompok nasionalis.
Selanjutnya kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi mengambil bentuk sentralisasi dan monopoli. Upaya ini dilakukan oleh golkar dengan cara membentuk organisasi atau asosiasi yang mengatur dan mengendalikan  perekonomian mulai dari tingkat nasional sampai daerah.
Karena politik, ekonomi, dan militer sudah dikuasai oleh Orde baru untuk mendukung kepentingannya, maka dengan mudah orde baru dapat menguasai segala bidang di masyarakat.
Kebijakan pemerintah yang bersifat sentralistik, monoloyalitas, monopoli, otoriter, dan represif tersebut telah membungkam kebebasan berbicara, mematikan demokrasi, menutup inovasi dan kreativitas masyarakat, menimbulkan apatisme di kalangan masyarakat, merajalelanya praktik KKN, kesenjangan sosial, membesarnya utang, dan kekacauan dalam masyarakat. Keadaan ini  telah memicu timbulnya gelombang protes dari kalangan elite politik, mahasiswa, dan seluruh lapisan masyarakat yang menyatakan tidak puas kepada pemerintah orde baru, menurut DPR atau MPR untuk menurunkan Soeharto.
b.   Keadaan pendidikan Islam masa Orde Baru.
Pada dasarnya seluruh kebijakan yang lahir pada zaman orde baru, termaasuk dalam bidang pendidikan, di arahkan pada upaya menopang pembangunan dalam bidang ekonomi yang ditopang oleh stabilitas ekonomi dengan pendekatan sentralistik, monoloyalitas, dan monopoli. Kebijakan dalam bidang politik selanjutnya bisa di lihat sebgai berikut.
1.      Masuknya pendidikan islam ke dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini dimulai dengan lahirnya Surat Keputusan Bersama Tiga Mentri (SKB 3 M), yaitu Mentri Pendidikan Nasional, Mentri Agama, dan Mentri dalam Negri. Di dalam SKB 3 Mentri tersebut antara lain dinyatakan bahwa lulusan madrasah dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan umum dan sebaliknya, berhak mendapatkan bantuan, sarana prasarana dan diakui ijazahnya.
2.      Pembaharuan madrasah dan pesantren, baik pada aspek fisik maupun non fisik. Pada aspek fisik pembaharuan dilakukan pada peningkatan dan perlengkapan infrastruktur, sarana prasarana, dan fasilitas, seperti buku, perpustakaan, dan peraltan labolatorium. Adapun pada aspek nonfisik meliputi pembaharuan bidang kelembagaan, menejemen pengelolaan, kurikulum, mutu sumber daya manusia, proses belajar mengajar, jaringan Information Technology (IT), dan lain sebagainya. Pembaharuan Madrasah dan pesantren ini ditujukan agar selain mutu madrasah dan pesantren tidak kalah dengan mutu sekolah umum, juga agar para lulusannya dapat memasuki dunia kerja yang lebih luas.
3.      Pemberdayaan pendidikan islam nonformal. Pada zaman orde baru pertumbuhan dan perkembangan pendidikan nonformal yang dilakasanakan atas inisiatif masyarakat mengalami peningkatan yang amat signifikan. Pendidikan islam nonformal tersebut antara lain dalam bentuk majlis taklim baik untuk kalangan masyarakat islam kelompok masyarakat biasa, maupun bagi masyarakat menengah ke atas.
4.      Peningkatan atmosfer dan suasana praktik sosial keagamaan. Dalam kaitan ini, pemerintah orde baru telah mendukung lahirnya berbagai pranata ekonomi, sosial, budaya dan kesenian islam. Lahirnya Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Bank Mu’amalat Indonesia (BMI), Harian Umum Republika, Undang-Undang Peradilan Agama, Festifal Iqbal, Bayt Al-Qur’an, dan lainnya adalah lahir pada zaman Orde Baru. Semua ini antara lain merupakan buah dari keberhasilan pembaharuan pendidikan islam sebagaimana tersebut di atas. Beberapa faktor pendukung kemajuan pendidikan islam antara lain: Pertama, semakin membaiknya hubungan dan kerjasama anntara umat islam dan pemerintah. Kedua, Semakin membaiknya ekonomi nasional. Dan Ketiga, semakin stabil dan amannya pemerintahan.
C.       Pendidikan Islam Pada Era Reformasi
Secara harfiyah reformasi adalah membentuk atau menata kembali. Yakni mengatur dan menertibkan sesuatu yang kacau balau, yang di dalamnya terdapat kegiatan menambah, mengganti, mengurangi,dan memperbarui. Adapun dalam arti yang lazim digunakan di Indonesia, era reformasi adalah masa pemerintahan yang dimulai setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998, oleh sebuah gerakan masa yang sudah tidak terbendung lagi. Dari sejak tahun itu sampai sekarang, disebut sebagai era reformasi[4].
Mengenai proses kajatuhan presiden Soeharto yang lanjutnya digantikan oleh presiden Habibie secara sepintan sudah dikemukakan di atas. Yaitu, karena pemerintah bSoeharrto dianggap sudah tidak dapat diharapkan lagi untuk membawa rakyat Indonesia ke arah kehidupan yang demokratis, aman, damai, tertib, sejahtera lahir dan batin. Pemerintahan presiden Soeharto pada menjelang kejatuhannya dianggap telah menutup keran demokrasi dengan menggunakan angkatan bersenjata yang bertindak represif, melakukan monopoli, dan sentralisasi pada semua aspek kehidupan, membiarkan merajarelanya korupsi, kolusi dan nepotisme ( KKN ), memperbesar ketergantungan negara pada utang luar negri, memberikan peluang yang terlalu besar kepada cina dan pihak asing untuk menguasai aset negara. Pemerintahan presiden Soeharto dianggap tidak berdaya lagi dalam mengatasi berbagai masalah tersebut, dan karenanya perlu diganti oleh pemerintahan yang baru yang lebih reformis.
a.         Kebijakan Politik Pemerintah Era Reformasi
Pada dasarnya kebijakan pemerintah era Reformasi  di tujukan pada upaya mengatasi masalah yang ditimbulkan pada masa Orde Baru yang dianggap merugikan masyarakat. Masalah ini antara lain :
1.    Memberikan peluang yang lebih luas kepada masyarakat untuk mengekpresikan  kebebasannya, atau yang lebih dikenal dengan menumbuhkan praktik demokrasi dalam politik, ekonomi, pendidikan, dan hukum. Peluang ini perlu diberikan kepada masyarakat, karna di zaman Orde Baru keran demokrasi tersebut tidak ada. Pemerintahan orde baru sebagaimana disebutkan diatas bersifat otoriter, diktator, monoloyalitas, dan represif.
2.    Memberikan kebebasan kepada daerah untuk mengatur sebagian wewenangnya dalam penyelenggaraan pemerintah melalui undang-undang No.23 Tahun 2003 tentang Ototomi Daerah. Kebijakan ini ditempuh kepada masa pemerintahan Orde Baru menempuh pendekatan yang bersifat sentralistik, yang segala masalah harus ditentukan dan menunggu petunjuk dari pusat
3.    Mengembalikan peran dan fungsi Angkatan Bersenjata Repoblik Indonesia (ABRI) kepada tugas utamanya sebagai alat negara, dan bukan alat penguasa, serta harus bekerja secara profesional.
4.    Menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme ( KKN ), dengan cara membentukpengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) dan komisi pemerantasan korupsi ( KPK ).
5.    Membebaskan pegawai negri sipil dari kegiatan politik, dan menjadikan Korpri sebagai organisasi pegawai negri yang profesional, mandiri dan lepas dari pengaruh intervensi dan pengendalian Golkar.
6.    Menciptakan suasana yang aman, tertib, adil, dan sejahtera, dengan menciptakan berbagai lapangan kerja bagi masyarakat.
Dengan adanya kebijakan politik pemerintah era Reformasi sebagaimana tersebut di atas, kehidupan masyarakat segala bidang kehidupan mengalami perbedaan yang sangat signifikan dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Dengan dibukanya keran demokrasi yang bebas dan bertanggung jawab , pada era Reformasi ini setiap lembaga penyiaran atau media massa memiliki kebebasan berbicara secara lebih luas. Berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi, politik, hukum dan lainnya yang dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan atau dapat merugikan masyarakat dapat dibicarakan dan diperdebatkan di depan umum secara terbuka.
Demikian pula berbagai tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan para pejabat negara mulai dari tingkat pusat sampai dengan daerah dapat dibicarakan oleh kalangan media massa dan masyarakat secara umum. Pejabat yang melakukan tindakan korupsi, atau menyalahgunakan jabatannya dapat dilaporkan oleh masyarakat kepada lembaga penegak hukum, seperti kejaksaan, dan polisi, KPK.
Selanjutnya, seiring dengan adanya Undang-Undang Otonomi Daerah sebagaimana tersebut di atas, telah menimbulkan suasana kompetisi yang sehat dari masing-masing daerah untuk berkreasi dan berinovasi dalam rangka membangun daerahnya dalam rangka memajukan masyarakatnya dan mengejar ketertinggalannya dari pusat dalam segala bidang.
b.        Keadaan Pendidikan Islam Di Zaman Reformasi.
Sejalan dengan berbagai kebijakan yang ada, telah menimbulkan keadaan pendidikan islam yang secara umum keadaannya jauh lebih baik dari keadaan  pendidikan pada masa pemerintahan orde baru. Keadaan pendidikan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut[5].
1.    Kebijakan tentang pemantapan pendidikan islam sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Upaya ini dilakukan melalui penyempurnaan  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jika pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun1989, hanya menyebutkkan madrasah saja yang masuk ke dalam sistem pendidikan nasional, maka pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang masuk ke dalam sistem pendidikan nasional termasuk pesantren, ma’had Ali, Roudlotul Athfal (taman kanak-kanak), dan majlis taklim. Dengan masuknya ke dalam sistem pendidikan nasional ini maka selain eksistensi dan fungsi pendidikan islam semakin diakui, juga semakin di akui, juga semakin menghilangkan kesan diskriminasi dan dikotomi.
2.    Kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan islam. Kebijakan ini misalnya terlihat pada di tetapkannya anggaran pendidikan sebanyak 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang di dalamnya termasuk gaji guru dan dosen, biaya operasional pendidikan, pemberian beasiswa bagi mahasiswa yang kurang mampu, pengadaan buku gratis, pengadaan infrastruktur,sarana prasarana, media pembelajaran, peningkatan sumber daya manusia bagi lembaga pendidikan yang bernaung di bawah kementrian agama dan kementrian pendidikan nasional.
3.    Program wajib belajar sembilan tahun, yakni bahwa setiap anak indonesia wajib memiliki pendidikan minimal sampai dengan tamat sekolah lanjutan pertama, yakni SMP atau Tsanawiyah. Program wajib belajar ini bukan hanya berlaku bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan kementrian pendidikan nasional, melainkan juga bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan kementrian agama. dalam rangka pelaksanaan wajib belajar ini, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan sekolah gratis bagi anak-anak yang berasal dari keluaraga yang kurang mampu.
4.    Penyelenggaraan sekolah bertaraf nasional (SBN), internasional (SBI), yaitu pendidikan yang seluruh komponen pendidikannya menggunakan standar nasional dan internasional. Visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, sarana prasarana, menejemen pengelolaan, evaluasi dan lainnya harus berstandar nasional dan internasional.
5.    Kebijakan sertifikasi guru dan dosen bagi semua guru dan dosen baik negeri maupun swasta, baik guru umum maupun guru agama, baik guru yang berada dibawah Kementerian Pendidikan Nasional maupun guru yang berada dibawah Kementerian Agama.
6.    Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK/tahun 2004) dan kurikulum tingkat satuan (KTSP/tahun 2006).














BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
            Sejak kemerdekaan, bangsa indonesia sudah berupaya memantapkan standarisasi mutu pendidikan di Indonesia, tidak hanya pendidikan pengetahuan umum tapi terlebih lagi dalam pendidikan Islam, karena pendidikan Islam ialah pilar dari segala ilmu. Dengan memperbaharui pendidikan di masa Orde Lama, Orde Baru dan Era Reformasi, setiap masa mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri.
            Pada Masa Orde Lama, pemerintah Indonesia mulai memperhatikan pendidikan Islam, dengan dibentuknya Kementrian Agama dan peratuaran perundang-undangan inilah bukti akan adanya perhatian pemerintah terhadap Pendidikan Islam di Indonesia.
            Pada Masa Orde Baru, pemerintah Indonesia memasuknya pendidikan islam ke dalam sistem pendidikan nasional, disamping itu juga pemerintah sudah mulai mengucurkan dana ke lembaga-lembaga Islam. Dan lebih dari itu lulusan madrasah bisa diterima di Lembaga Umum stelah ada keputusan Menteri Indonesia.
            Pada Masa Era Reformasi, ialah masa pembaharuan, inofasi, dan evaluasi dari orde baru, karena pada orde baru terdapat ketidakcocokan pemerintah dengan masyarakat, sehingga muncul banyak keluhanyang menyebabkan pemerintah bertindak tegas terhadap pemegang kemimpinan pada masa tersebut. Pada masa Era Reformasi pendidikan Islam dimantapkan untuk kesekain kalinya menjadi sistem pendidikan, dan di masa Era Reformasi para siswa diwajibkan bersekolah sembilan tahun, adapaun siswa yang kurang mampu akan mendapatkan sokongan dan dari BOS ( Bantuan Operasioanal Sekolah ).





LATIHAN SOAL


1.    Bagaimana keadaan Bangsa Indonesia setelah kemerdekaan atau pada Masa Orde Lama.....
a. Politik di Indoesia sudah berkembang pesat.
b. Rakyat Indonesia mampuni dalam segala bidang.
c. Republik Indonesia diibaratkan seperti bayi yang baru lahir.
d. Pendidikan sudah mengalami pertumbuhan yang signifikan.
2.    Kapan Kementrian Agama diresmikan menangani urusan keagamaan dan pendidikan agama...
a. 3 Januari 1946
b. 3 Juli 1947
c. 4 Januari 1946
d. 1 Desember 1948
3.    Pada Masa Orde Baru, pendidikan Islam mulai menunjukkan peningkatan yang disebabkan beberapa faktor kecuali,...
a. Semakin membaiknya hubungan dan kerjasama anntara umat islam dan pemerintah.
b. Semakin membaiknya ekonomi nasional.
c. Semakin stabil dan amannya pemerintahan.
d. Semakin merajalela kasus KKN di Indonesia,
4.    Mengapa Masa Orde Baru diganti dengan Era Reformasi....
a. Karena Masa Orde Baru penjajahan masih berkelanjutan.
b. Karena Sistem Pemerintahan yang merugikan masyarakat.
c. Karena kekayaan bumi Indonesia diambil oleh kolonial belanda.
d. Karena export dan import tidak berimbang satu sama lian.


[1] Dra. Hj. Enung K Rukiati, dkk. Sejarah Pendidikan Di Indonesia, pustaka setia bandung.
[2] Dra. Hj. Enung K Rukiati, dkk. Sejarah Pendidikan Di Indonesia, pustaka setia bandung.
[3] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.  Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2011.
[4] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.  Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2011.
[5] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.  Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2011.

0 komentar:

Posting Komentar

Text Widget

Copyright © Ahlan Wa Sahlan | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com